Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film “The Passion Of Jesus Christ”. Ini Kesaksiannya,…
“Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah
sebagai peran utama dalam sebuah film besar terlebih lagi ketika tahu peran
yang harus saya mainkan. Saat saya bertemu
Mel Gibson , Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan
dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film2 lain yang pernah
dibuat Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini. Mel kemudian menatap tajam saya, dan
mengatakan sebuah resiko terbesar yang akan saya hadapi, mungkin akan menjadi
akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.Sebagai manusia biasa saya
menjadi gentar dengan resiko tersebut.
Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.
Salib yang
digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu.
Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan,
mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh
terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya
tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan.
Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam
kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir
pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa
yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.
Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu.
Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang
mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting
penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan.
Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu
waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh
saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan,
bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget
dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.
Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat
yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, sementara
saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang
tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam
tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang bisa
mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar
bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa
saya jadi taruhannya.
Semua tekanan,
tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan
tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Saya sungguh hampir
gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh
dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau
saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk
melanjutkan semuanya ini. Saya masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus
sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati,
tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan,
bagi fisik maupun jiwaNya.
Dan peristiwa
terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada
diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan
datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Saya ketakutan tergantung diatas
kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang
paling tinggi untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir
ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa
menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan
sayapun tidak sadarkan diri.
Orang-orang bertanya
bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu
sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata.
Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami
semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki
saya memerankan diriNya sendiri.
Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa.
Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa.
Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus
Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Tetap pandang hanya pada Yesus
saja, dan jangan lihat yang lain. “TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA”
Sumber : Terangdunia
mailinglist.
0 comments:
Posting Komentar