Toyohiko Kagawa lahir di Kobe, 10 Juli 1888. Bapaknya adalah
seorang politikus dan pembesar di Jepang. Namun, ibunya adalah seorang geisha.
Kagawa lahir dari hubungan terlarang kedua orang tuanya pada waktu itu. Ibunya
meninggal sewaktu Kagawa masih kecil, yaitu ketika ia berusia empat tahun.
Semenjak kematian ibunya, Kagawa diasuh oleh kakek dan nenek tirinya di desa
Awa. Nenek tirinya adalah seorang yang kejam sehingga Kagawa mendapat perlakuan
yang buruk. Kagawa menjalani masa kecilnya dengan keadaan dan tekanan yang
sangat berat.
Setelah Kagawa menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di
Awa, ia dikirim untuk belajar di kota bersama pamannya. Lagi-lagi, di sekolah,
ia kurang disukai oleh teman-temannya karena ia tidak mau mengikuti perilaku
buruk teman-temannya seperti berjudi, mencuri, dan pergi ke tempat-tempat
pelacuran. Dengan semuanya itu, Kagawa berubah menjadi pribadi yang pemurung.
Ketika dilihat oleh pamannya bahwa Kagawa adalah seorang
yang cerdas, ia mengirim Kagawa belajar bahasa Inggris pada seorang pendeta
Gereja Presbiterian, yang bernama Katayama, tetapi Kagawa menyebutnya Dr. Harry
Myers. Sejak saat itulah, Kagawa mengenal kekristenan. Ia mulai berdoa
sekalipun ia belum menjadi Kristen. Ayat-ayat Alkitab mulai ia hafalkan,
terutama mengenai Khotbah di Bukit. Ia ingin menjadi sama seperti Kristus.
Setiap kali berdoa, Kagawa selalu meminta dalam doanya seperti ini, "Jadikanlah
aku seperti Kristus." Akhirnya, pada usia 15 tahun, tanpa sepengetahuan
pamannya, ia dibaptis dan menjadi Kristen.
Setelah lulus sekolah menengah, pamannya menyuruh
melanjutkan sekolah di Imperial University, tetapi Kagawa menolaknya dan
menyatakan bahwa ia telah menjadi seorang Kristen. Mendengar hal tersebut, ia
diusir oleh pamannya. Kagawa kemudian ditampung oleh Dr. Myers dan Myers
menyekolahkan Kagawa di Presbyterian College di Tokyo pada tahun 1905. Ia
menaruh perhatian pada filsafat, masalah sosial seluruh bidang hidup manusia,
terutama menyangkut tindakan-tindakannya. Pada tahun kedua di sekolah tersebut,
Kagawa terserang penyakit TBC, dan terpaksa meninggalkan sekolah dan pergi ke
suatu desa pantai terpencil. Dalam penyakit yang sedang ia derita, Kagawa tetap
berusaha untuk mengabarkan Injil kepada para nelayan dan masyarakat di desa
itu.
Setelah ia sembuh dari penyakitnya, ia memutuskan untuk
melanjutkan pendidikannya di Seminari Theologi di kota Kobe. Kagawa mulai
terjun melayani orang-orang miskin. Bahkan, sejak Natal tahun 1909, ia
memutuskan untuk tinggal bersama orang-orang miskin di daerah kumuh yang
bernama Shinkawa. Di sini, Kagawa tinggal dalam sebuah gubuk darurat berukuran
2 x 2 meter. Dalam tempo yang tidak begitu lama, penghuni gubuk ini menjadi
lima orang. Kagawa melayani mereka dengan penuh kasih. Saat ia masih meneruskan
sekolahnya, beasiswa yang ia dapatkan justru ia gunakan untuk menghidupi lima
orang yang tinggal di rumahnya. Kagawa menikah dengan Maruko Shiba, seorang karyawati
sebuah perusahaan penjilidan. Wanita ini mengabdikan seluruh hidup dan
pelayanan bersama dengan suaminya sampai akhir hidupnya.
Usaha-usaha Kagawa terhenti sebentar karena ia harus
melanjutkan pendidikan ke Amerika di Universitas Princeton setelah pendidikan
seminarinya selesai kira-kira pada tahun 1914 -- 1917. Usai menyelesaikan
sekolah di Amerika, Kagawa memutuskan untuk kembali lagi ke Shinkawa. Kesadaran
kaum pekerja mulai timbul pada tahun 1921 ketika kaum buruh dari galangan kapal
Kawasaki dan Mitsubishi di Kobe mengadakan mogok kerja. Puncak kegiatan Kagawa
dalam bidang sosial adalah ketika ia mulai suatu gerakan yang disebut
"Gerakan Kerajaan Allah". Usaha tersebut dimulai dengan
kampanye-kampanye yang diadakan serentak di enam kota terbesar di Jepang.
Gerakan ini berusaha mengabarkan Injil kepada tiap kelompok
dan golongan seperti petani, buruh industri dan pabrik, nelayan, buruh tambang,
pekerja di bidang transportasi, buruh atau tenaga kerja kasar bidang pekerja
umum. Gerakan ini juga disebut gerakan pekabaran Injil, sekaligus gerakan
perbaikan sosial. Gerakan ini juga dimaksudkan untuk menciptakan persaudaraan
baru dengan membentuk pelbagai macam perhimpunan kaum buruh yang bersifat
koperasi. Dalam kampanyenya, Kagawa mengkritik gereja dengan pedas, antara
lain: Kejahatan gereja terbesar pada abad ini ialah bahwa walaupun di antara
anggota-anggotanya terdapat banyak pengangguran, orang miskin, dan orang kelas
paling bawah yang tidak memiliki hak-hak apa pun, tetapi gereja sering tidak
mengulurkan tangannya untuk mengangkat mereka.
Menurut Kagawa, ada tiga ciri kehidupan utama pada abad
ke-20 dipandang menjadi pokok utama yang mengacaukan hidup di dunia ini.
Pertama adalah pemusatan penduduk di kota-kota, yang disertai bertambahnya
bahaya fisik, moral, dan psikologis. Kedua, konsentrasi peralatan mesin dan
pertuanan mesin atas manusia. Ketiga, pemusatan modal di tangan segelintir
orang, yang mengakibatkan pembagian yang makin tidak adil, eksploitasi,
kemiskinan, dan determinasi ekonomi. Oleh sebab itu, dibutuhkan rekonstruksi
sosial dengan jalan perubahan dan organisasi tanpa melalui kekerasan dan
perusakan.
Kagawa ingin mewujudkan suatu masyarakat Kristen; dan
menjadikan seluruh dunia sebagai masyarakat Kristen yang didasarkan pada kasih
dan salib Kristus. Kagawa banyak mengadakan perjalanan ke luar negeri untuk
mempropagandakan gerakannya itu. Kasih dan salib Kristus itu Kagawa wujud
nyatakan dalam gerakan anti alkohol dan rokok. Kagawa juga meyakinkan
pemerintah Jepang untuk membuat Undang-undang Perburuhan dan ia juga memberikan
aspirasi kepada pemerintah untuk membangun ratusan ribu rumah sederhana bagi
keluarga yang berpenghasilan rendah.
Kagawa dikenal sebagai Ibu dari gerakan buruh di Jepang,
seorang pendiri Serikat Buruh yang pertama di Jepang, dia juga dikenal sebagai
salah seorang tokoh sosialis Jepang pertama yang berseru dengan suara nyaring
melawan materialisme, kapitalisme, perjuangan kelas, kekerasan, dan pengertian
agama statis.
Hal penting yang disumbangkan oleh Kagawa bagi kekristenan,
terutama bagi kaum kapitalis, adalah untuk menurunkan tingkat penghidupan
mereka sampai pada ukuran minimal yang terdapat di kalangan rakyat, untuk
mengabdikan seluruh modal usaha yang ia miliki untuk meningkatkan seluruh
jenjang hidup sosial, dengan kata lain meninggalkan motif tamak yang menjadi
kebiasaan kapitalis lainnya.
Toyohiko Kagawa memiliki rasa nasionalisme yang tinggi
sehingga membuat dirinya dikenal bukan hanya oleh kaum buruh dan orang miskin
semata. Kagawa juga dapat memberikan dampak yang luar biasa dalam mengubah cara
berpikir orang Jepang dengan mengatakan bahwa pembebasan terhadap kaum buruh
adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan daerah Shinkawa yang terkenal
sebagai pusat dari kejahatan yang terjadi di Jepang.
Cinta yang tulus oleh seorang yang bernama Kagawa dapat
mengubah suatu kehidupan yang begitu keras dan menakutkan menjadi suatu
keakraban yang luar biasa. Sebab, Kagawa tidak memandang status kehidupan orang
yang akan dilayani. Pengalaman kehidupannya yang sangat buruk, yang ia lalui,
menjadi pelajaran yang sangat berharga baginya dalam melayani orang-orang yang
hampir sama hidupnya dengan dirinya. Mereka adalah orang-orang yang terbuang,
dianggap tidak berguna tetapi yang kemudian memberikan pengaruh yang luar
biasa.
Dalam keadaan sakit, Kagawa terus berjuang bagi penduduk di
Shinkawa dan terus bersemangat dalam mengabarkan Injil. Memasuki usia tua,
Kagawa dinyatakan 70% buta karena terkena penyakit trachoma. Karya Kagawa
terlalu banyak untuk dicatat di sini. Namun, yang membekas di hati orang Jepang
di zamannya bukanlah sosok Kagawa yang hebat, melainkan Kagawa yang lembut dan
murah hati. Kagawa yang memberi selimut satu-satunya kepada seorang pengemis di
malam yang sangat dingin. Kagawa yang dipukul babak belur oleh beberapa penjudi
yang memerasnya. Kagawa yang mendamaikan dua orang pemabuk yang hampir saling
bunuh dengan menggunakan senjata tajam. Kagawa yang memeluk seorang anak kecil
yang menangis di depan ibunya yang terkapar karena kusta. Kagawa yang mencampur
semangkuk nasinya dengan air sepanci supaya nasi yang hanya sedikit itu bisa
menjadi lima mangkuk bubur cair untuk lima orang miskin.
Itulah seseorang yang bernama Toyohiko Kagawa. Seorang yang
terus berdoa dan mengucapkan bahwa dirinya ingin sama seperti Kristus,
melakukan apa yang Kristus telah lakukan bagi dunia dan manusia. Walaupun dalam
keadaan sakit-sakitan, ia berusaha mendedikasikan kehidupan hanya untuk Kristus
Yesus dengan mengabarkan kebenaran Injil kepada orang-orang yang terbuang.
Sumber: sabda.org


0 comments:
Posting Komentar